Asal Usul Sugihan Jawa dan Sugihan Bali
Admin seririt | 08 April 2021 | 2642 kali
SUGIHAN JAWA
Enam hari menjelang hari Raya Suci Galungan disebut dengan hari suci Sugihan Jawa, dan kata Sugihan Jawa itu berasal
dari bahasa sansekerta
yaitu Sugi dan Jaba.
Kata Sugi mempunyai arti membersihkan dan jaba mempunyai arti luar, sehingga kata Sugihan Jawa mengandung arti sebagai pembersihan
untuk alam semesta
(makro cosmos) atau yang disebut juga dengan istilah Bhuana Agung.
#Pada saat hari Sugihan Jawa setiap umat pada umumnya melakukan kegiatan untuk pembersihan terhadap pelinggih - pelinggih yang ada di merajan, pura, paibon, lingkungan yang ada disekitar rumah dan juga pembersihan terhadap alat - alat yang akan digunakan untuk
melaksanakan upacara.
Di dalam kutipan lontar Sundarigama ada juga
disebutkan bahwa ;
Kamis Wage Sungsang disebut juga dengan pererebon atau yang
lebih dikenal dengan
Sugihan Jawa.
Dinamakan dengan Sugihan Jawa karena merupakan hari suci bagi para Bhatara untuk melakukan rerebu disanggah
dan Parahyangan yang
disertai pengraratan
dan pembersihan
untuk Bhatara dengan
kembang wangi.
Orang yang memiliki kemampuan dalam hal tattwa akan melakukan yoga samadhi, pendeta akan melakukan pemujaan tertinggi, karena pada hari ini Bhatara akan turun kedunia diiringi oleh para Dewa Pitara untuk persembahan hingga Galungan nanti.
Rerebu atau marerebon ini mempunyai tujuan untuk menetralisir kekuatan negatif yang ada pada alam semesta atau Bhuwana Agung, adapun sesajennya berupa ; sesayut tutuan atau pengarad kasukan.
SUGIHAN BALI dan KAJENG KLIWON UWUDAN#
Sehari setelah hari suci Sugihan Jawa disebut dengan Sugihan Bali. Dalam bahasa sansekerta Sugihan mempunyai arti membersihkan dan Bali mempunyai arti
kekuatan dalam diri.
Sehingga Sugihan Bali dapat diartikan sebagai hari penyucian diri atau yang disebut juga Bhuana Alit, baik secara sekala
maupun niskala.
Dalam Sundarigama
disebutkan bahwa ;
Pada hari Jumat Wuku Sungsang disebut dengan Sugihan Bali
yang merupakan hari suci
bagi umat manusia.
Maknanya sebagai penyucian diri manusia lahir batin dengan cara mengheningka pikiran, memohon air suci peruwatan (penglukatan) dan pembersihan diri
kepada sang pandita.
Semua itu bertujuan untuk menenangkan pikiran dan mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya Hari Raya Galungan, yang dirayakan sebagai hari kemenangan dharma melawan adharma.
Sedangkan hari suci Kajeng Kliwon Uwudan adalah hari Kajeng Kliwon yang dirayakan oleh umat Hindu setelah perayaan
hari suci Purnama.
Kajeng Kliwon merupakan pertemuan unsur tri wara terakhir Kajeng dengan panca wara terakhir Kliwon,
pada hari itu adalah merupakan prabawanya dari Sang Hyang Siwa, sebagai kekuatan dharma yang juga merupakan manifestasi
dari kekuatan Dewa.
Pada saat hari suci Kajeng Kliwon, dihalaman merajan, halaman rumah dan didepan pintu keluar masuk pekarangan rumah dipersembahkan segehan lima warna dan dua buah segehan kepel, yang dibuat menjadi
satu tanding.
Dihalaman merajan segehan itu dipersembahkan kepada Sang Bhuta Bucari, dihalaman rumah kepada Sang Kala Bucari, didepan pintu pekarangan kepada
Sang Durga Bucari.
Diatas pintu sebelah atas dipersembahkan kepada Sang Durga Dewi berupa canang wangi - wangi, burat wangi dan canang yasa untuk menjaga agar pekarangan dan keluarga mendapatkan keselamatan
dan perlindungan.
(Lontar Sundarigama)
Adapun tujuan dari semua pelaksanaan persembahan
itu adalah untuk menyucikan dan membersihkan diri, memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar terjadi suatu keserasian (harmonis) atau keseimbangan diantara sesama manusia, Tuhan dan juga dunia.
Dan tujuan dari pemujaan berikutnya adalah untuk keselamatan pada Tri Mandala ;
Untuk tujuan keselamatan,
pribadi atau diri sendiri.
Untuk tujuan keselamatan,
keluarga dan seketurunannya.
Untuk tujuan keselamatan,
Nusa dan Bangsa.
#Semua pelaksanaan dari upekara dan upecara tersebut hendaknya juga disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan dari setiap umat atau disesuaikan dengan desa, kala, patra dan dimana umat itu berada.