Anggar Kasih Tambir dan Kajeng Kliwon
Om Swastyastu
Anggara Kliwon Tambir atau di masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan Anggar Kasih Tambir, dirayakan oleh umat Hindu setiap enam bulan sekali. Anggar Kasih Tambir merupakan hari yang sangat istimewa, karena itu bertepatan juga dengan hari suci Kajeng Kliwon.
Anggar Kasih Tambir merupakan pertemuan antara tiga unsur yaitu Anggara (Selasa) unsur dari Sapta wara, Kliwon dari unsur panca wara dan Tambir dari unsur wuku. Pertemuan dari Anggara dengan Kliwon itu umumnya disebut dengan Anggara Kasih atau Anggar Kasih, yang merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih kepada diri kita sendiri.
Untuk itu hendaknya kita merawat diri kita dengan jalan melakukan pembersihan atau peleburan dari segala kecemaran, bencana. Dan yang paling utama adalah untuk melebur kecemaran yang ada pada pikiran dengan jalan melakukan perenungan suci serta menghaturkan persembahan berupa Banten dan melakukan persembahyangan.
Pada saat hari Anggar Kasih Tambir itu adalah merupakan hari dimana Sang Hyang Ludra sedang melakukan yoga dengan tujuan untuk memusnahkan ataupun untuk menghilangkan
segala kecemaran
di dunia ini.
Kajeng Kliwon juga merupakan salah satu hari suci bagi umat Hindu yang jatuhnya pada setiap15 hari sekali, Kajeng Kliwon merupakan pertemuan dari dua unsur triwara dengan unsur pancawara.
Kajeng merupakan bagian dari unsur triwara sedangkan Kliwon merupakan bagian dari unsur pancawara.
Kajeng merupakan hari prabhawanya dari Sang Hyang Durga Dewi yang merupakan perwujudan dari Ahamkara yang merupakan manifestasi dari kekuatan Bhuta Kala dan Durga yang ada di muka bumi.
Sedangkan Kliwon merupakan hari prabawanya Sang Hyang Siwa sebagai kekuatan dharma yang merupakan manifestasi dari kekuatan Dewa.
Dan pada saat hari Kajeng Kliwon diyakini oleh umat Hindu sebagai harinya Sang Hyang Siwa untuk melaksanakan yoga samadi untuk keselamatan dunia.
Hari Kajeng Kliwon itu merupakan hari suci yang sangat sakral dan sangat ditakuti oleh semua umat Hindu.
Untuk itu setiap umat diharapkan pada saat Kajeng Kliwon untuk melakukan penyucian diri dan bersikap lebih berhati - hati karena kekuatan negatif cenderung lebih besar dari pada kekuatan yang positif, dan itu semua dapat mempengaruhi kehidupan dari manusia yang ada dimuka bumi ini.
Pada hari Kajeng Kliwon ada beberapa umat yang meyakini bahwa Sang Tiga Bhucari memohon restu dari Sang Durga Dewi untuk membuat bahaya, mengundang semua desti, teluh dan terang jana.
Dengan demikian sudah sepatutnya dan sudah menjadi suatu kewajiban kita sebagai umat Hindu untuk menghaturkan persembahan di merajan, pura dan tempat suci lainnya
kehadapan Sang Hyang Siwa berupa Yadnya atau Banten, canang sari, canang raka, puspa harum, segehan kepelan, segehan putih kuning, segehan panca warna dsb. Didepan pintu pekarangan dihaturkan sajen pada Sang Hyang Durga Dewi berupa canang wangi, burat wangi dan canang yasa yang disesuaikan dengan tempat atau keadaan serta kemampuan
dari setiap umat.
Dan dengan kita menghaturkan semua persembahan itu diharapkan agar bisa untuk mewujudkan keseimbangan alam Niskala dari alam bhuta menjadi
alam Dewa.
Semua jenis Banten (upekara) adalah merupakan simbol diri kita, lambang kemaha - kuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung. (Lontar Yajna Prakrti)
Kata segehan, berasal kata Sega berarti nasi jika dalam bahasa Jawa disebut sego. Oleh sebab itu, banten segehan ini isinya di dominasi oleh nasi dalam berbagai bentuknya, lengkap beserta lauk pauknya. Bentuk nasinya ada berbentuk nasi kepelan (nasi dikepal)
Wujud banten segehan berupa alas taledan (daun pisang, janur), diisi nasi, beserta lauk pauknya yang sangat sederhana seperti ; bawang merah, jahe, garam dan lain - lainnya dan dipergunakan juga api takep (dari dua buah sabut kelapa yang dicakupkan menyilang, sehingga membentuk tanda + atau swastika), bukan api dupa, disertai beras dan tetabuhan berupa air, tuak,
arak serta berem.
Makna Segehan
Segehan mempunyai arti suguh (menyuguhkan)dalam hal ini segehan di haturkan kepada para Bhutakala agar tidak mengganggu dan juga Ancangan Iringan Para Bhatara dan Bhatari, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah atau kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dan dengan sarana segehan ini diharapkan dapat untuk menetralisir dan dapat untuk menghilangkan pengaruh negatip dari limbah tersebut. Segehan juga dapat sebagai lambang harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan Tuhan (palemahan).
Segehan ini biasanya dihaturkan setiap hari atau pada saat rerahinan dan hari - hari tertentu. Penyajiannya diletakkan dibawah pelinggih atau Pura, halaman rumah, didepan pintu gerbang, pertigaan, perempatan jalan dsb. Segehan dan juga Caru juga banyak disinggung dalam lontar Kala Tattva, lontar Bhamakertih, dan
Susastra Smerti.
Segehan Kepel Putih,
Segehan kepel putih ini merupakan segehan yang paling sederhana dan biasanya dihaturkan setiap hari.
Segehan Putih Kuning
Sama seperti segehan putih, hanya saja salah satu nasinya diganti menjadi warna kuning.
biasanya segehan putih kuning ini di haturkan di bawah pelinggih adapun doanya sebagai berikut :
Om Sarwa Bhuta Preta
Byo Namah.
Artinya :Hyang widhi ijnkanlah hamba menyuguhkan sajian kepada Bhuta
Preta seadanya.
Segehan Manca Warna ini terdiri dari lima macam warna nasi warna putih ditempatkan ditimur, warna merah diselatan, warna kuning dibarat, warna hitam diutara dan yang brumbun
atau campuran dari ke empat warna nasi itu diletakan ditengah.
Segehan panca warna itu biasanya di letakkan atau dipersembahkan di natar merajan, halaman rumah, pintu keluar masuk pekarangan(lebuh pemedal)dipertigaan, perempatan jalan dsb. Adapun doa dari segehan manca
warna ini adalah :
Om Sarwa Durga Preta
Byo Namah.
Artinya : Hyang Widhi Ijinkanlah hamba menyuguhkan sajian kepada Durga Preta seadanya.
Setiap menghaturkan segehan lalu disirami dengan tetabuhan, tetabuhan ini bisa menggunakan air, tuak,
brem, dan arak.
Dengan cara dituang mengelilingi segehan yang dihaturkan, dan ketika menuangkan
kita ucapkan doa :
Om ebek Segar, ebek Danu, ebek Bayu, Premananing Hulun.
Artinya : Hyang Widhi semoga hamba di berkahi bagaikan melimpahnya air laut, air danau, dan memberi kesegaran jiwa dan batin hamba.
Unsur dari Segehan
Setiap unsur-unsur dari segehan itu sejatinya memiliki suatu filosofi di dalamnya yaitu :
Alas dari daun atau taledan kecil yang berisi tangkih disalah satu ujungnya, taledan yang berbentuk segi empat yang merupakan lambang dari arah mata angin.
Nasi putih 2 kepal, yang melambangkan dari Rwa bhineda
Jahe, secara ilmiah memiliki sifat panas, semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
Bawang, memiliki sifat dingin, manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tetapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin)
Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol yang secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai macam kuman atau bakteri yang merugikan.
Oleh kedokteran alkohol digunakan juga untuk mensterilkan dari alat-alat kedokteran.
Metabuh pada saat masegeh bertujuan agar semua bakteri, Virus, kuman yang dapat merugikan
yang ada di sekitar tempat itu akan menjadi hilang
ataupun mati. Manggalamastu
Om Santih Santih Santih Om
Shri Danu D Vidhuttama B
Source: www.dharmavada.wordpress.com