(0362) 92301
092301
seririt@bulelengkab.go.id
Kecamatan Seririt

Sejarah Desa Pengastulan

Admin seririt | 17 September 2019 | 4939 kali

Sejarah Desa Pengastulan

Pengastulan adalah sebuah desa, terletak dipantai utara pulau Bali dan merupakan salah satu desa nelayan di daerah kabupaten Buleleng, kususnya di Kecamatan Seririt . Berdasarkan prasasti yang ditulis dengan aksara ( hurup ) Bali diatas daun lontar yang di temukan sudah lapuk belum lama ini, Desa Pengastulan didirikan pada hari Rabu       ( Budha ), Paing, wara landep, sasih kapat, tit tanggal paing 8, isaka warsa tahun 1381. Sebelumnya, tersebut nama Desa Muntis yang merupakan cial bakal tiga desa, yaitu Desa Pengastulan, Desa Bubunan dan Desa Sulanyah. Desa Muntis terletak di sebelah timur jalan besar, di sekitar pelemahan pura Kendal. Kuburan desa tersebut berada disebelah baratnya dan disebelah selatan kuburan berdiri Pura Dalem sampai sekarang . Desa itu berkembang Pesat, Karena tanah disekitarnya sangat subur. Air itu mengairi sawah sangat melimpah disebabkan letaknya sebelah sungai saba yang tidak pernah kering. Dibarengi dengan penduduk desa yang cukup rajin, baik sebagai Nelayan, maka tidak mengherankan kalau keadaan penduduk sangat makmur. Orang-orang dari luar banyak berdatangan baik sebagai pedagang dan bahkan ada juga yang terus menetap sebagai penduduk. Di antara pedagang yang datang, adapula orang-orang Cina. Pada saat itu Desa Muntis masi dikelilingi hutan belukar tadi, terdapat sebuah batu besar yang dikeramatkan oleh penduduk, karena bertuah. Mereka sering berkunjung lalu Bersemedi dan Memuja. Pedagang – pedagang Cina juga Sering datang untuk memohon berkah dan keselamatan kehadapan Ida Bhatara yang melinggih. Karena permohonan mereka sering terkabul, maka di atas Batu besar tadi dibangun “pelinggih” yang besar, yang kemudian merupakan sebuah Pura, dinamakan Pura Gede.

Pada waktu pembanguna pura tersebut, mengalir sumbangan-subangan, diantaranya sumbangan yang berasal dari pedagang-pedagang Cina. Hal ini terbukti banyak perabot-perabot bikinan Cina, piring,cangkir dll, terpasang menjadi hiasan tembok pelinggih Pura. Sesuai dengan kepercayaan penduduk, dalam pelinggih, tersebut bersemayam Ida Bhatara Agung Ngurah Angker. Disebelahnya dibuatka pula pelinggih, seperti pelinggih Ida Ayu Manik Galih serta pelinggih-pelinggih lainnya termasuk Pura Segara. Juga didirikan bale Agung di sekitar penataran pelinggih yang dimanfaatkan sebagai tempat paruman atau pertemuan oleh penduduk kerama subak Puluran dan Belumbang. Bale Agung tesebut sampai saat ini merupakan Bale Agung tunggal Desa Pengastulan, Bubunan dan Sulanyah. Penduduk Desa Muntis makin berkembang. Makin lama makin Padat. Untuk menanggulani Kepadatan Penduduk, kerama desa dan kerama subak mengadakan parum dipimpin Jro Bendesa. Dalam rapat disepakati pemecahan desa, dan semua keluarga dipindahkan kelokasi yang berdekatan. Alasan lainnya pemindahan penduduk itu ialah karena Desa Muntis berada di hulu ( luwanan ) Pura Gede yang keramat itu, dan hal itu dianggap sering mendatangkan malapetaka. Pada hari dewasa yang baik, yaitu hari Rabu Icaka 1381 atau tahun 1459 seperti tersebut diatas, mulailah dilakukan perpindahan penduduk, diawali dengan perabasan hutan belukar. Mereka yang berprofesi sebagai nelayan, mengungsi kearah utara kemudian membuatan perumahan disekitar Pura Gede. Karena pura tersebut merupakan tempat pemujaan atau pengastawaan, maka nama desa disebut Desa Pengastulan.

ARTI KATA DESA PENGASTULAN

DESA PENGASTULAN, Dahulu di namakan Pengastawan:
– Pe + an : Tempat
– Astawa + anuswara ng :Ngastawa
– Astawa : Bakti
– Ngastawa : Mebakti
– Pengastawan :Tempat berbakti ( Genah ngastawa )

Dari kata Pengastawaan menjadi kata Pengastawan. Kemudian supaya mempermudah mengucapkan menjadilah Pengastulan.
Pengastulan Terdiri dari kata :
– Pe +Ngastula + an
– Pe + an = tempat
– Ngastula dari akar kata astula = ngastawa
– Pe + ngastula + an = Pengastulaan
– Pengastulaan di sandikan menjadi kata Pengastulan

Sedangkan mereka yang mengungsi kearah selatan umumnya mereka memiliki tanah tegalan dan tanah-tanah persawaan. Mereka mendirikan desa dengan nama Bubunan. Kata bubunan berasal dari Bunbunan, karena tempat tersebut ditumbuhi banyak pepohon. Kadang kala penduduk menyebutnya bangsing kayu ( bun ), karenanya desa bubunan juga sering disebut desa Bangsingkayu. Ada lagi penduduk Desa Muntis yang mengungsi ke sebelah timur desa Bubunan, dan mereka umumnya memiliki tanah-tanah tegalan. Mereka bergotong royong mendirikan desa baru, namanya Suralengke, lama-lama menjadi Desa Sulanyah. Khusus mengenai Desa Pengastulan, sejak didirikannya penduduk sangat aktif bergotong royong membersihkan hutan belukar dan rawa-rawa. Mereka membuat jalan besar yang mengelilingi desa dan menghubungkannya dengan pura Dalem dan tepi laut. Untuk mempermudah hubungan satu keluarga dengan keluarga lainnya. Dibikin pula gang-gang. kemudian desa tersebut dibagi menjadi empat banjar yang sekarang disebut Banja Sari, Banjar Pala, Banjar Purwa dan Banjar Kauman. Di pojok timur semacam tetamanan, namanya taman sari ( Kendal). Disana terdapat mata air dan pancuran, dimanfaatkan sebagai tempat permandian untuk menyucikan diri. Di bagian barat daya juga di bangun taman bunga ( pembungaan ) oleh penduduk disebut pembangunan. Disana juga dibuatkan sebuah pelinggih, namanya Pura Pembungaan. Untuk mengatur tata tertib pemerintah dan adat agama, ditunjuk seorang bendesa adat ( Jro Bendesa ), seorang prebekel dan Jro mangku Gede, di bantu pemangku-pemangku lainnya. Jro bendesa Bertempat tinggal disudut desa barat daya, sedangkan Jro Mangku Gede di Banjar Sari sebelah utara Pura Gede. Pada waktu pemerintahan Ki Barak Panji Sakti di Buleleng sekitar tahun 1604, raja menugaskan seorang punggawa untuk menjaga keamana daerah Buleleng Barat. Hal itu dilakukan karena daerah tersebut sering menjadi sasaran bajak-bajak laut, hingga suasana daerah tidak tentram. Punggawa itu bersemayam di Desa Pengastulan, rumahnya di banjar tengah ( Banjar Pala sekarang ). Konon yang menjadi punggawa ialah keturunan Sira Arya Tegeh Kori, yang semula mengungsi dari Bali Selatan ke Bali Utara. Sebagai tempat peribadatan keluarga Tegeh Kori, maka didirikan sebuah pura dengan nama Pura Badung. Nama mungkin yang bersangkutan berasal dari daerah Badung. Beberapa keturunan Arya Tegeh Kori berhasil menduduki jabatan punggawa, selanjutnya beralih ke desa Bubunan, punggawa berkuasa atas distrik Pengastulan yang daerahnya ditetapkan dari aliran sungai tukad mendaung sebelah timur desa Kalianget sampai daerah Teluk Terima. Setelah Indonesia merdeka, distrik pengastulan dilebur menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Seririt, Kecamatan Busungbiu, Kecamatan Gerokgak. Tiga desa, yaitu Pengastulan, Bubunan dan Sulanyah sampai saat ini Menjadi Bale Agung Tunggal, bersama bersujud di Pura Gede. Hal ini di ibaratkan sebagai pohon kayu. Desa Pengastulan sebagai batangnya yang memberi kekuatan hidup kepada seluruh pohon. Desa Sulanyah Sebagi cabang dan daun, maksudnya untuk melindungi pokok kayu supaya tidak kepanasan. Sedangkan Desa Bubunan sebagai sulur ( Bangsing-Bun ) Sebagai pertahanan keamanan pohon seluruhnya ketiga desa tersebut masing-masing telah mempunyai Kahyangan Tiga, sedangkan pura tetap menjadi tanggung jawab ketiga desa tadi. Suatu bukti nyata, bahwa ketiga desa tersebut pernah menjadi satu desa, ialah pemangku pura Desa Pengastulan berasal dari desa Bubunan. Demikian pula salah satu pelinggih yang terdapat di pura Gede Pengastulan, Pemangkunya Berasal dari Desa Bubunan, yang mendapat julukan Jero Balian. Pura Gede mempunyai dua macam yadnya, karena yang menyungsung terdiri atas dua kelompok masyarakat, yaitu yatu warga desa dan krama subak. Pada saat Karya Tama ( Musabha ) yang diselenggarakan oleh krama subak Puluran dan Belumbang setiap panen kerta mata disawah, Warga masyarkat hanya sebagai pendukung ( Ngeruntunin ). Sedangkan pada waktu karya Piodalan, dilakukan oleh tiga krama desa ( Pengastulan , Sulanyah dan Bubunan ), Berlangsung pada Purnamaning Kapat, didukung oleh semua krama subak ( Ngeruntunin ). Tiga hari sbelum upacara karya, Tiga warga desa secara kompak melakukan upacar mekiis kelaut. Esok harinya mekiis Subak ke empelan           ( sumber Air ). Hari berikutnya dilakukan Pengeneng, munggah sekar, lalu piodalan Ida Dewa Ayu Maniking Amerta ( Galih ). Hari berikutnya dilakukan karya Ageng piodalan Ide Bhatara Dewa Gede Keesokan harinya berulah dilakukan karya di pure Segare. Berdasarkan babad, Setelah dilakukan karya piodalan, pada hari tilem berikutnya diadakan yadnya lagi, dinamakan upacara ngambe pasih, untuk penghormatan terhadap Bhatara Baruna ( Dewa Laut ). Pada saat itu, semua jenis sampan, jukung dihiasi secara indah kemudin mengadakan perlombaan di laut sebelah utar desa. Hal itu sebagai perwujudanrasa terima kasih kepada Bhatara Baruna atas Karunia yang senantiasa dilimpahkan kepada para Nelayan. Selain di pura Gede, di pura lainnya yamg berada di desa Pengastulan juga sering diadakan upacara piodalan. Seperti di pura Dalem, Pura Desa dan Pura Pebean yang merupakan pura kahyangan Tiga. Sedangkan di pura Badung, Piodalan juga dilakukan secar periodic oleh Warga Arya Tegeh Kori setempat. Penduduk Desa Pengastulan berjumlah sekitar 4447 jiwa, sebagian besar beragama Hindu kecuali banjar Kauman beragama Islam. Meskipun terdapat perbedaan agama, namun kehidupan Beragama cukup mantap. Masing-masing pemeluk agama menghormati kepercayaan masing-masing. Persatuan dan kesatuan warga masyarakat terbina dengan baik. Pada waktu Revolusi Pisik merebut dan mempertahankan Kemerdekan indonesia tahun 1945, tampak persatuan dan kesatuan cukup tinggi dalam upaya mengusir penjajah. Dengan senjata persatuan mereka sangat tabah menghadapi Nica yang berpusat di kota seririt. Dibawah naungan pemuda –pemuda pejuang yang menghimpun diri dalam staf cabang “Kiskunde” warga masyarakat desa Pengastulan Bubunan dan Sulanyah yang men jadi satu Bale Agung, senantiasa menjalin hubungan guna menghadapi blockade musuh. Namun, karena masih adanya oknum-oknum yang diperalat oleh nica bebrapa orang pejuang tewas tertembak, sebagian lagi dijebloskan dalam tahanan musuh. Mereka di usut, disiksa dan didera habis-habisan ada yang cacat pisik. Karena perjuangannya itu, di Desa Pengastulan, Bubunan dan Sulanyah banyak terdapat anggota Veteran pejuang kemrdekaan, yang telah mendapat pangkuan dari Legion Vetran Republic Indonesi (LVRI ). Seperti desa-desa lainnya desa Pengastulan juga tidak ketinggalan dalam mewujudnya pembangunan Nasional. Demikian sekilas asal mula desa Pengastulan dan setitik kegiatan dalam perjuangan nasional.

 

sumber :https://balipedia.id/ini-dia-sejarah-desa-pengastulan/